KENANGAN BULAN NOVEMBER

Satu malam pada satu ruang tamu,
hening pecah oleh
kata-kata seorang lelaki pada gadisnya:

Mengapa tak kita buat
semua ini sederhana saja
Kita saling kenal lama
dan kau tahu
aku suka kamu

sangat suka

kaupun -setidaknya- pernah suka aku
dan ...

bingung dan gusar membuat
sang laki-laki terhenti bicara,
berdesah pelan sambil
ia tatap
cermat
wajah gadisnya:

betapa cantik gadisnya ini

tidak! Pikirnya
bukan lagi,
bukan lagi gadisnya,

tambah kacau pikirannya
lari ke mana-mana
tambah gusar ia palingkan muka
tapi sebentar saja
perlahan ia coba mulai lagi:

dan bukankah kita tahu
manusia,
tak akan pernah lepas
dari keterbatasan?

Ayolah!

aku sedia terima kekuranganmu
aku tidak butuh kamu sempurna
aku cuma butuh kamu
utuh!
mengapa tidak terima aku
seperti aku mau terima kamu?
seperti kau pernah terima aku?
aku ...

Kata-katanya terhenti,
sekali ini karena
tiba-tiba
sang gadis berpaling muka,
entah karena bosan
entah karena muak
mungkin juga marah
tapi jelas pandangannya tajam
menatap jauh menembus dinding seberang

Semua jadi diam
dinding-dinding sepi,
meja, dan kursi tamu tak berani bersikap
meski mereka tahu
dua tahun
lebih peristiwa-peristiwa pahit manis hadir bersama mereka
semua cuma diam
kecuali waktu dan angan-angan
yang mengisi ruangan dan cepat-cepat pergi lagi

Sepi
dan sang lelakipun memutuskan untuk
diam, meski masih
banyak yang ia ingin ucapkan
sungguh banyak yang ia ingin ungkapkan

capek sudah ia
berat lidahnya dan panas urat darahnya,
dingin keringatnya muncul
membuat sadar
sadar betapa takutnya ia
kehilangan
sadar pula betapa kuat ia telah
mencintai
gadis ini

Sepi
dan jam dinding barusan berdentang kesal
satu kali, dua kali,
sebelas kali akhirnya

Sepi
akhirnya pecah
oleh kata-kata sang gadis:

Sudah?!

sudah semuakah kata-katamu?

sudah puaskah kamu bicara?

sebab sering sudah aku dengar semua,
semua 'kesederhanaan' yang bertele-tele
itu yang mungkin saja benar
tapi sayang kau lupa akan kebebasan,
justru
kebebasanku untuk mencintai kau
dan kebebasanku untuk kau cintai
kebebasan untuk cinta itu sendiri

tak pernah aku dapat.

cinta buatmu cuma materi
yang dilapisi konsep-konsep muluk
dan dijejali teori - entah dari mana asalnya -
semua penuh jerat dan aturan

benar aku pernah mencintaimu
tapi kalo ternyata
cintamu bukan cintaku,
lupakan saja teori-teorimu itu
dan sekarang bebaskan aku untuk mencintai orang yang sudah kupilih

Lalu ia terdiam
seakan heran
darimana ia dapat kata-kata itu semua?

Satu malam pada satu ruang tamu
sang lelaki tak lagi berani bicara

Pikirnya:
Memang benar kata-kata sang gadis,
ia sendiri bikin cinta ini pergi
lupa ia
membebaskan cinta
lupa ia
menyerahkan dirinya untuk dicintai
oleh cinta itu sendiri,

tak ada lagi yang bisa ia lakukan
kecuali pamit pulang

Satu malam pada satu ruang tamu,
betapa remuk hati lelaki ini
karena begitu kuat cintanya membisik:

cintailah justru dengan meninggalkannya
dan jangan pernah kembali,
berikan apa
yang tak pernah ia dapat:
kebebasan untuk mencintai

 

sepi
seperti mati


bandung, medio oktober 94 (revisi akhir: 95)